Sabtu, 10 Maret 2012

Senja Namaku


Senja namaku...
Seorang pelukis wanita yang hingga umur tiga puluh tahun belum mengikatkan diri pada tali pernikahan.
Di depanku berdiri sebuah kanvas putih, bersih tanpa sebuah coretan apapun. Senja ini aku sedang tidak bernafsu untuk menodai kanvas ini dengan coretan- coretanku. Bukan karena tanpa alasan, tapi hujan baru saja mengguyur kota ini dan tentu saja senja terlihat malu- malu untuk menampakkan keindahannya.
Tiba- tiba telefon genggam di sebelahku mengejutkanku. Sebuah foto muncul dari layar telefon genggamku, foto mas Didik.Mas Didik menelfonku
" Iya mas.."
"Kamu ada dimana dik?"
"di rumah mas.."
"Aku ke sana ya, ada oleh- oleh ikan hasil memancing tadi pagi"
"wah merepotkan jadinya"
"ah kamu kayak orang asing saja pakai malu- malu segala, biasanya kamu sering minta makan di rumah. hahahaha"
"hahaha jadi malu mas, aku tunggu ya mas.."
"oke dik.."

Mas Didik adalah satu- satunya orang yang care denganku. Umurnya tidak jauh beda denganku, tapi aku lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan mas. Aku mengenalnya empat musim yang lalu, saat berkunjung ke klinik VCT (Voluntary counseling and testing). Saat itu dia mengantarkan kliennya untuk menjalani tes HIV/AIDS. Mas Didik adalah seorang konselor dari LSM peduli HIV/AIDS, seorang pria tampan baik hati.Membuatku jatuh hati pada pandangan pertama.
Namun pertemuanku dengannya sudah terlambat, saat aku sudah divonis mengidap HIV/AIDS.
Aku adalah mantan penasun, pemakai NAPZA suntik. Aku memakai NAPZA sejak aku lulus kuliah S1. Sejak pertemuan itu, aku makin sering berhubungan dengan mas Didik. Dia selalu memberiku semangat, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat menanggung penyakit ini. Secara tidak langsung, selama empat musim ini aku menjadi klien pribadinya. Bahkan dia mengajakku bergabung di dalam LSMnya agar hidupku jauh lebih bermakna. Hal tersebut membuat kami semakin dekat.

Tiba- tiba aku terkagetkan suara Mas Didik
"Doorrrrr......nglamun terusss, mikirin siapa hayo
Mukaku memerah seperti udang rebus
"Mikirin siapa, ngaco. Aku cuma cari ide untuk melukis"
"Kanvas kamu kosong, tumben sekali kamu tidak melukis senja hari ini"
"Baru saja hujan turun, maka dari itu aku sedang mencari ide untuk melukis"
"Lukis mukaku saja bagaimana? lumayan untuk pajangan di kamarmu sebagai obat penawar rindu"
"Apa sih jadi ngelantur begitu, mana ikannya?"
Aku mengamati Mas Didik dari ujung rambut hingga ujung kaki, tapi dia tidak membawa satu bungkusan apapun
"Ikannya tertinggal, jadi aku membawa oleh- oleh lain untuk kamu"
"Bilang saja ikannya sudah habis dimakan mas semua", sambil cemberut.
"Sudah jangan cemberut, oleh- oleh penggantinya jauh lebih berharga dari sekedar sebungkus ikan"

Mas Didik menggenggam tanganku, lalu memasangkan sebuah cincin di jariku. Jantungku berdegup sangat kencang.
"Will You Marry Me?"
Mimpikah aku saat ini?Seorang pria tampan pujaan hatiku yang aku kenal selama empat musim ini tiba- tiba melamarku.
"Hei jangan melamun, jawab Will You Marry Me?"
Aku memberanikan diri untuk menjawab, meskipun rasanya tenggorokanku seperti tercekik benda asing.
"Apa mas tidak salah orang?"
"Salah orang?ngelantur kamu", sambil mengusap- usap rambutku
"Iya aku tanya apa mas tidak salah orang? Maksudnya, emmm aku seorang ODHA dan mas tahu itu. Tetapi kenapa??", air mataku menetes.
"Apa aku salah jika ku mencintaimu?"
"Tapi......"
"Aku sudah mengenalmu selama empat musim, aku tahu siapa dirimu, aku tahu kekurangan dan kelebihanmu, aku tahu segala sesuatu tentangmu. Lalu apa aku salah jika aku jatuh hati padamu?Apakah akan menjadi suatu dosa besar jika aku mencintai seorang ODHA?Cinta tak mengenal siapa dan bagaimana orang yang ia cintai. Cinta menyatukan kekurangan- kekurangan untuk menjadi suatu kesempurnaan, dan aku mencintaimu karena Allah. Aku ingin kamu menjadi pendamping hidupku"

Senja namaku
Kini hidupku tak sesenja dulu
Seorang pria menemukanku di saat kesenjaan hidupku
Mas,aku sayang padamu

Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Satu Tahun dari blog celoteh .:tt:.

Template by:
Free Blog Templates