Kamis, 13 Oktober 2011

Konflik Ganda dan Stress Kerja Pada Pekerja Wanita

Jumlah wanita pencari kerja akan semakin meningkat di sebagian wilayah dunia. Menurut BPS data komposisi angkatan kerja 1990 & 2000 jumlah angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada tahun 1990 menjadi 36.871.239 pada tahun 2000. Sedangkan menurut BPS, selama agustus 2006 hingga agustus 2007 jumlah pekerja perempuan bertambah 3,3 juta orang, sementara itu pertambahan jumlah pekerja laki- laki hanya sebesar 1,1 juta. Wanita ingin tetap bekerja, karena pekerjaan memberikan banyak arti bagi diri mulai dari dukungan finansial, mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian (meskipun penghasilan suami mencukupi), serta memungkinkan subyek mengaktualisasikan aspirasi pribadi lain yang mendasar seperti memberi rasa berarti sebagai pribadi. Meskipun keterlibatan dalam berbagai peran ini dapat memberikan keuntungan psikososial, seperti peningkatan kepercayaan diri, moral, serta kebahagiaan (Aryee, et, al 1999), kesulitan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan keluarga yang sering kali bertentangan juga dapat menyebabkan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (Bedeian, et, al 1983).
Dalam menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Peran ganda pun dialami oleh wanita tersebut karena selain berperan di dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik pekerjaan dan keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper, 1994).
Karyawan yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan.
Adapun konflik peran ganda ini bisa menurunkan kinerja karyawan, sementara menurunnya kinerja karyawan bisa memberi dampak pada meningkatnya keinginan untuk keluar, meningkatnya absensi, dan menurunya komitmen organisasi (Boles, Howard & Donofrio, 2001). 
Maka kiat utama untuk diri individu adalah menerapkan manajemen waktu untuk dapat mengoptimalkan perannya sebagai dirinya sendiri, istri, sekaligus karyawati, Seorang wanita juga seharusnya bisa memanajemen stress dan mengendalikan emosinya, Selain itu, dalam sebuah keluarga hendaknya ada komunikasi dan kesepakatan antara suami dan istri untuk membagi pekerjaan rumah tangga. Sedangkan bagi perusahaan, harus mampu memahami problematika tersebut Menurut Nyoman Triaryati (2003) ada beberapa kiat untuk perusahaan dalam menghadapi masalah konflik pekerjaan dengan keluarga dan keluraga pekerjaan, yaitu memberi waktu kerja yang lebih fleksibel, menyusun  jadwal kerja alternative, menyediakan tempat penitipan anak, Menetapkan kebijakan ijin keluarga, dan melakukan job sharing.



Template by:
Free Blog Templates